Tanggap Wabah ASF di Timika, Tim Kerja Deputi Bidang KH Turun ke Lapangan

Nomor: 0902/R-Barantin/02.2024

Timika, 26 Februari 2024


Timika - Tim Kerja Ketertelusuran dan Tindakan Karantina Hewan Deputi Bidang Karantina Hewan Badan Karantina Indonesia (Barantin) turun ke lapangan untuk menanggapi wabah penyakit demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF). Hal demikian untuk melakukan mitigasi lanjutan, yang mengancam ribuan ekor babi sehat, sehingga tidak menyebar luas ke luar wilayah Papua Tengah. 



"Kami dari Tim Kerja Ketertelusuran mengimplementasikan sistem ketertelusuran yang termaktub dalam Pasal 77 Undang-Undang No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dapat terlaksana dengan baik. Sistem ketertelusuran yang terintegrasi diperlukan dalam rangka penjaminan kesehatan hewan dan produk hewan, serta keamanan dan mutu pangan dan atau pakan, serta media pembawa lain," kata Sri Endah Ekandari Ketua Tim Kerja Ketertelusuran Direktorat Manajemen Risiko dalam siaran pers, Senin (26/2). 



Endah menjelaskan dengan mempertimbangkan "swill feeding" (pemberian pakan babi menggunakan sampah) sebagai salah satu cara penyebaran virus ASF, maka kunjungan lapangan ini bertujuan untuk secara intensif mengamati dan mengumpulkan informasi alur penjaminan kesehatan babi yang dilalulintaskan keluar masuk Timika. 



Dalam rangka melaksanakan pengamatan dan evaluasi, tim juga berkoordinasi dengan pemangku kepentingan, di antaranya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika, Dinas Lingkungan Hidup, UPBU Bandar Udara Mozes Kilangin, AVCO, PT Freeport Indonesia, dan perusahaan pengelola sampah di Kota Timika. Kegiatan ini untuk mendalami jalur ("pathway") kemungkinan masuknya virus melalui bandara maupun pelabuhan laut.



Tim juga mempelajari alur pembuangan sampah dan mengambil sampel sampah karantina yang diturunkan dari pesawat udara dan kapal di Kota Timika. Termasuk kemungkinan masih adanya babi atau produk babi yang masuk ke wilayah Timika. 



"Wabah ini meresahkan peternak di Kota Timika yang mayoritas mengandalkan nafkah hidupnya dari beternak babi. Keberhasilan Timika sebagai sentra penghasil babi yang menyuplai babi di wilayah Papua dan swasembada daging babi pun terancam menurun," tambah Endah. 



Merespon awal wabah ASF ini, Endah mengatakan bahwa Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Papua Tengah (Karantina Papua Tengah) telah melakukan gerak cepat untuk mencegah pemasukan dan pengeluaran media pembawa HPHK (Hama Penyakit Hewan Karantina), yang berpeluang menyebarkan virus ASF ke wilayah lain. Hal tersebut sejalan dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika yang telah menerbitkan larangan peredaran dan penjualan produk babi di wilayahnya.



Kematian babi pada peternakan yang terletak di Distrik Wania, Mimika Baru, dan Kuala Kencana dilaporkan semakin meningkat setiap harinya hingga mencapai 2.469 ekor per 25 Februari 2024. Sejak wabah ini dilaporkan pertama kali tanggal 22 Januari 2024 dengan jumlah kematian 66 ekor. Setiap harinya diperkirakan lebih dari 100 ekor babi yang mati dan kurang lebih 8.500 ekor populasi babi saat ini terancam virus ASF.



Beberapa temuan tim di lapangan, yaitu belum tersedianya fasilitas pemusnahan sampah di area bandara maupun pelabuhan laut, masyarakat mengambil sampah di tempat pembuangan akhir (TPA), dan belum tertibnya masyarakat melaporkan barang bawaannya kepada pejabat karantina di tempat pengeluaran dan atau pemasukan. Selain itu, terindikasi adanya pemasukan ilegal di pelabuhan laut yang belum ditetapkan oleh pemerintah. 



"Temuan di lapangan menjadi prioritas yang perlu ditindaklanjuti karantina untuk berkolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait, baik di bandara dan pelabuhan, pihak penanggung jawab bandara dan pelabuhan milik pemerintah maupun PT Freeport, dan pemerintah daerah Timika," ucap Saswono dari Tim Kerja Tindakan Karantina Hewan yang turut turun ke lapangan. 



Sesuai Pasal 54 UU No. 21/2019, Saswono menegaskan bahwa sampah yang diturunkan dari alat angkut wajib dimusnahkan oleh penanggung jawab alat angkut di tempat pemasukan atau tempat transit di bawah pengawasan pejabat Karantina. Jika melanggar, dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 6 miliar.